Sabtu, 18 Juni 2011

Hukum menikah dengan Non-Muslim

Di antara masalah yang
membuat miris hati kaum
muslimin yang konsisten
dengan ajaran Islam,
banyaknya orang yang
menikah dengan pasangan
yang berbeda aqidah tanpa
mengindahkan larangan dan
aturan agama. Oleh sebab itu,
masalah tersebut perlu
dibahas dengan merujuk
kepada Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan
sabda Rasul-Nya Shallallaahu
alaihi wa Sallam dengan
penjelasan para ulama.
Muslimah Menikah dengan
Laki-Laki Non Muslim.
Tidak ada seorang ulama pun
yang membolehkan wanita
muslimah menikah dengan
laki-laki non muslim, bahkan
ijma’ ulama menyatakan
haramnya wanita muslimah
menikah dengan laki-laki non
muslim, baik dari kalangan
musyrikin (Budha, Hindu,
Majusi, Shinto, Konghucu,
Penyembah kuburan dan lain-
lain) ataupun dari kalangan
orang-orang murtad dan Ahlul
Kitab (Yahudi dan Nashrani).1
Hal ini berdasarkan firman
Allah
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila datang
berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang
beriman, maka hendaklah
kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka,
maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka
janganlah kamu kemba-likan
mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir,
mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka.” (Al
Mumtahanah: 10)
Di dalam ayat ini, sangat jelas
sekali Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjelaskan bahwa
wanita muslimah itu tidak
halal bagi orang kafir. Dan di
antara hikmah pengharaman
ini adalah bahwa Islam itu
tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggidarinya.2 Dan
sesungguhnya laki-laki itu
memilki hak qawamah
(pengendalian) atas istrinya
dan si istri itu wajib
mentaatinya di dalam perintah
yangma’ruf. Hal ini berarti
mengandung makna perwalian
dankekuasaan atas wanita,
sedangkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala tidak menjadikan
kekuasaan bagi orang kafir
terhadap orang muslim atau
muslimah.3 Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman,
“Dan Allah sekali-kali tidak
akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir atas orang-
orang mu’min.” (An Nisaa:
141).
Kemudian suami yang kafir itu
tidak mengakui akan agama
wanita muslimah, bahkan dia
itu mendustakan Kitabnya,
mengingkari Rasulnya dan
tidak mungkin rumah tangga
bisa damai dan kehidupan bisa
terus berlangsung bila disertai
perbedaan yang sangat
mendasar ini.4
Dan di antara dalil yang
mengharamkan pernikahan ini
adalah firman-Nya Subhanahu
wa Ta'ala ,
“Dan jangalah kamu
menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-
wanita mu’min) sebelum
mereka beriman.” (Al
Baqarah: 221).
Di dalam ayat ini, Allah
Subhanahu wa Ta'ala
melarang para wali (ayah,
kakek, saudara, paman dan
orang-orang yang memiliki
hak perwalian atas wanita)
menikahkan wanita yang
menjadi tanggung jawabnya
dengan orang musyrik. Yang
dimaksud musyrik di sini
adalah semua orang yang
tidak beragama Islam,
mencakup penyembah
berhala, Majusi, Yahudi,
Nashrani dan orang yang
murtad dari Islam.5
Ibnu Katsir Asy Syafi’iy
rahimahullah berkata,
“Janganlah menikahkan
wanita-wanita muslimat
dengan orang-orang
musyrik.”6
Al Imam Al Qurthubiy
rahimahullah berkata,
“Janganlah menikahkan
wanita muslimah dengan
orang musyrik. Dan Umat ini
telah berijma’ bahwa laki-laki
musyrik itu tidak boleh
menggauli wanita mu’minah,
bagaimanapun bentuknya,
karena perbuatan itu
merupakan penghinaan
terhadap Islam.”7
Ibnu Abdil Barr rahimahullah
berkata, (Ulama ijma’) bahwa
muslimah tidak halal menjadi
istri orang kafir.8
Syaikh Abu Bakar Al Jaza’iriy
hafidhahullah berkata, “Tidak
halal bagi muslimah menikah
dengan orang kafir secara
mutlaq, baik Ahlul Kitab
ataupun bukan.”9
Syaikh Shalih Al Fauzan
hafidhahullah berkata, “Laki-
laki kafir tidak halal menikahi
wanita muslimah,10
berdasarkan firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala, “Dan
jangalah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mu’min)
sebelum mereka
beriman.” (Al Baqarah: 221).
Jelaslah bahwa pernikahan
antara muslimah dengan laki-
laki non muslim itu adalah
haram, tidak sah dan bathil.
Pernikahan Laki-Laki Muslim
dengan Wanita Non Islam.
Sebagaimana wanita muslimah
haramdinikahi oleh laki-laki
non muslim, begitu juga laki-
laki muslim haram menikah
dengan wanita non Islam,
berdasarkan Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala,
“Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita musyrik
sebelum mereka
beriman.” (Al Baqarah: 221).
Ayat ini secara umum
menerangkan keharaman laki-
lakimuslim menikah dengan
wanita musyrik (kafir),
meskipun ada ayat yang
mengecualikan darinya, yakni
untuk wanita ahlu kitab, yang
akan kita bahas nanti. Tidak
boleh seorang muslim
menikahi wanita Budha,
Hindu, Konghucu, Shinto,
wanita yang murtad dari
Islam. Dan jika seorang laki-
laki kafir masuk Islam
sedangkan istrinya tidak atau
bila si istri murtad dari Islam,
maka dia harus
melepaskannya, berdasar-kan
firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala
“Dan janganlah kamu tetap
berpegang pada tali
(perkawinan) dengan wanita-
wanita kafir.” (Al
Mumtahanah: 10).
Di dalam hal ini, sama saja
baik wanita itu murtad masuk
agama Ahlul Kitab (Yahudi
dan Nashrani) atau agama
lainnya atau tidak masuk
agama mana-mana atau dia
itu tidak shalat, tetap
pernikahannya lepas, karena
Islam tidak mengakui
statusnya saat masuk agama
barunya, berbeda kalau
memang dia dari awalnya
termasuk Ahlul Kitab, maka
hal ini memiliki hukum
tersendiri.
Namun dari keharaman
menikahi wanita kafir ini
dikecualikan terhadap wanita
dari kalangan Ahlul Kitab
(Yahudi dan Nashrani) yang
memang sejak awal dia
memeluk agama ini, bukan
karena murtad, ini adalah
pendapat Jumhur Ulama,11
yang didasarkan pada Firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
“Dan (dihalalkan bagi kalian
meni-kahi) wanita-wanita yang
menjaga kehor-matan di
antara orang-orang yang
diberi Al Kitab sebelum
kalian.” (Al Maidah: 5)
Namun demikian, para ulama
meng-anggap makruh12
pernikahan muslim dengan
wanita Ahlul Kitab. Umar Ibnu
Al Khaththab Radhiallaahu
anhu pernah memerintahkan
Hudzaifah agar melepas
istrinya yang beragama
Yahudi, beliau berkata, “Saya
tidak mengklaim itu haram,
namun saya khawatir kalian
mendapatkan wanita-wanita
pezina dari mereka.”1314
Ibnu Umar Radhiallaahu anhu
berpendapat, haram
hukumnya menikahi wanita
Ahlul Kitab. Beliau berkata
saat ditanya tentang laki-laki
muslim menikahi wanita
Yahudi atau Nashrani, “Allah
Subhanahu wa Ta'ala
mengharamkan menikahi
wanita-wanita musyrik atas
kaum muslimin dan saya tidak
mengetahui sesuatu dari syirik
yang lebih dahsyat dari
perkataan wanita, bahwa
Tuhannya adalah Isa, atau
hamba dari hamba Allah
Subhanahu wa Ta'ala.”15
Namun sebenarnya ada
perbedaan antara syiriknya
orang-orang musyrik dengan
syiriknya Ahlul Kitab, yaitu
kemusy-rikan di dalam
keyakinan orang musyrik
adalah asli (pokok) ajaran
mereka, sedangkan syirik
pada Ahlul Kitab adalah bid’ah
di dalam agama mereka, ini
sebagaimana yang dijelaskan
oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah t.16
Dan perlu diingat bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala hanya
membolehkan menikahi
wanita Ahlul Kitab, jika wanita
itu wanita yang selalu
menjaga kehormatannya,
selain mereka, Allah
Subhanahu wa Ta'ala
mengharamkannya.
Selanjutnyakita patut
bertanya, “Adakah wanita
ahlul kitab yang mampu
menjaga kehormatannya?”
Realitas menunjuk-kan,
wanita-wanita muslim pun
banyak yang tak sanggup
menjaga kehormatan diri
mereka, yang di antaranya
disebabkan oleh profokasi
wanita ahlul kitab. Yang
terpengaruh sudah begitu
parah keadaannya, bagaimana
lagiyang mempengaruhi
(yang merupakan sumber
kehinaan diri). Untuk itu,
setiap muslim dituntut agar
bersikap selektif dan waspada
demi menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan, apalagi
dalam hal yang menyangkut
keselamatan akidah dan masa
depan Islam dan kaum
muslimin. Wallahu a’lam. (Abu
Sulaiman)
Endnote:
1. Fiqhus Sunnah: 2/181,
Rawai’ul Bayan 1/289.
2. Rawai’ul Bayan 1/289.
3. Fiqhus Sunnah: 2/181
4. Fiqhus Sunnah: 2/181
5. Rawai’ul Bayan 1/289.
6. Tafsir Al Quranil Adhim
1/348.
7.Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an
3/67, lihat pula Fathul Qadir
Karya Asy Syaukani 1/284,
Fathul Bayan Fi Maqaslidil
Qur’an karya Shiddiq Hasan
Khan 1/446.
8.Al Ijma Karya Ibnu Abdil
Barr: 250.
9. Minhajul Muslim: 563.
10.Al Mulakhkhash Al Fiqhiy
2/272.
11.Al Mulakhkhash Al Fiqhiy
2/272, Fiqhus Sunnah 2/179,
Tafsir Ibni Katsir 1/347, Al Jami
Li Ahkamil Qur’an 3/63-65, Asy
Syarhul Kabir Karya Ar Rafiiy
8/67-73, Rawai’ul Bayan 1/287.
12. Ini dikarenakan
kekhawatiran akan pengaruh
isteri terhadap suaminya juga
akan anak-anaknya.
13.Isnadnya shahih, lihat
Tafsir Ibnu Katsir 1/347.
14.Dan memang untuk zaman
sekarang sangat sulit mencari
wanita yang mampu menjaga
kehormatan dari kalangan
Yahudi dan Nashrani.
15.Tafsir Ibnu Katsir ibid, Al
Jami Li Ahkamil Qur’an ibid,
Rawai’ul Bayan ibid.
16. Al Fatawa Al Kubraa
3/116-117.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar