Sabtu, 18 Juni 2011

Jenazah yang mati syahid

Diriwayatkan dari Jabir bin
Abdullah ra. : bahwa Nabi
Muhammad Saw
mengumpulkan setiap dua
orang yang mati syahid dalam
perang Uhud di dalam
selembar kain, kemudian
bertanya,“siapa di antara
mereka yang lebih
mengetahui tentang Al
Quran?” ketika salah seorang
dari mereka ditunjukkan, Nabi
Muhammad Saw memasukkan
orang itu terlebih dahulu ke
dalam kubur dan berkata,
“aku akan bersaksi untuk
mereka di hari kiamat”. Nabi
Muhammad Saw
memerintahkan untuk
mengubur mereka tanpa
membersihkan darah mereka
lebih dahulu dan Nabi
Muhammad Saw tidak
memandikan maupun
menshalatkan mereka.

Larangan Bunuh diri

diriwayatkan dari Tsabit bin Al
Dhahhak ra. : Nabi
Muhammad Saw pernah
bersabda, "siapa pun yang
secara sengaja bersumpah
palsu bahwa agamanya
bukanlah Islam, maka ia
adalah sebagaimana yang ia
katakan. dan siapapun yang
membunuh dirinya sendiri
dengan sepotong besi, di
neraka ia akan diazab dengan
benda yang sama".
diriwayatkan dari Jundab ra. :
Nabi Muhammad Saw pernah
bersabda, "seorang lelaki
terluka dan bunuh diri, maka
Allah berkata, "Hamba-Ku
mendahului-Ku dengan
membunuh dirinya sendiri
maka Aku haramkan surga
untuknya"".
diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra. : Nabi
Muhammad Saw pernah
bersabda, "ia yang bunuh diri
dengan mencekik dirinya
sendiri, di neraka ia akan
terus menerus mencekik
dirinya sendiri dan ia yang
bunuh diri dengan menikam
dirinya sendiri, di neraka ia
akan terus menerus menikam
dirinya sendiri".

Ucapan terhadap jenazah adalah kesaksian

Diriwayatkan dari Anas (bin
malik) : (iringan orang yang
mengantar) jenazah lewat dan
orang-orang memujinya. Nabi
Muhammad Saw bersabda,
“ucapan itu telah menguatkan
(wajabat) dia”. Kemudian
(iringan orang yang
mengantar) jenazah lainnya
lewat dan orang-orang
memburukkannya. Nabi
Muhammad Saw bersabda,
“ucapan itu telah menguatkan
(wajabat) dia”. Umar bin Al
Khattab ra. Bertanya kepada
Rasulullah Saw,“apa maksud
anda menguatkan (wajabat)
dia?”. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “kamu telah
memuji orang ini maka surga
ditegaskan untuknya; dan
kamu memburukkan yang
lainnya, maka neraka telah
ditegaskan untuknya. Kamu
semua adalah saksi Allah di
muka bumi”.
Diriwayatkan dari Umar ra. :
Nabi Muhammad Saw pernah
bersabda,“apabila ada empat
orang bersaksi terhadap
kebaikan (kesalehan) seorang
muslim, maka Allah akan
menganugerahkan surga”,
kami bertanya,”bagaimana
jika tiga orang?” Nabi
Muhammad Saw menjawab,
“bahkan tiga orang”.
Kemudian kami bertanya,
“bagaimana jika dua orang”.
Nabi Muhammad Saw
menjawab,“bahkan dua
orang”. Kami tidak bertanya
bagaimana jika satu orang
yang bersaksi.

Perkataan yg teguh di Alam kubur

Diriwayatkan dari Al Bara’ bi
Azib ra. : Nabi Muhammad
Saw pernah bersabda,“ketika
orang yang beriman
didudukkan di dalam
kuburnya, para malaikat pun
menemuinya dan ia bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah
Rasul Allah”. Hal itu sesuai
dengan firman Allah: Allah
menguatkan orang-orang yang
beriman dengan perkataan
yang teguh…(QS Ibrahim
[14]:27)

Orang Non Muslim Diazab Sejak Di Alam Kubur

Diriwayatkan dari Abu Ayyub
ra. : suatu ketika Rasulullah
Saw keluar setelah matahari
terbenam dan mendengar
sebuah suara (yang
mengerikan) dan berkata,
“orang-orang yahudi sedang
diazab di kuburan mereka”.

Diperlihatkan Surga atau Neraka Ketika Di Alam Kubur

Diriwayatkan dari Abdullah
bin Umar : Rasulullah Saw
pernah bersabda,“ketika
salah seorang dari kalian
meninggal, akan diperlihatkan
kepadanya tempatnya pada
pagi dan dan sore hari.
Apabila ia termasuk salah
seorang penghuni surga, akan
diperlihatkan surga
kepadanya. Dan apabila ia
termasuk penghuni neraka,
akan diperlihatkan neraka
kepadanya. Kemudian
dikatakan kepadanya,“inilah
tempatmu kelak ketika Allah
menghidupkanmu kembali di
hari kiamat””.

Hukum menikah dengan Non-Muslim

Di antara masalah yang
membuat miris hati kaum
muslimin yang konsisten
dengan ajaran Islam,
banyaknya orang yang
menikah dengan pasangan
yang berbeda aqidah tanpa
mengindahkan larangan dan
aturan agama. Oleh sebab itu,
masalah tersebut perlu
dibahas dengan merujuk
kepada Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan
sabda Rasul-Nya Shallallaahu
alaihi wa Sallam dengan
penjelasan para ulama.
Muslimah Menikah dengan
Laki-Laki Non Muslim.
Tidak ada seorang ulama pun
yang membolehkan wanita
muslimah menikah dengan
laki-laki non muslim, bahkan
ijma’ ulama menyatakan
haramnya wanita muslimah
menikah dengan laki-laki non
muslim, baik dari kalangan
musyrikin (Budha, Hindu,
Majusi, Shinto, Konghucu,
Penyembah kuburan dan lain-
lain) ataupun dari kalangan
orang-orang murtad dan Ahlul
Kitab (Yahudi dan Nashrani).1
Hal ini berdasarkan firman
Allah
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila datang
berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang
beriman, maka hendaklah
kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka,
maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka
janganlah kamu kemba-likan
mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir,
mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka.” (Al
Mumtahanah: 10)
Di dalam ayat ini, sangat jelas
sekali Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjelaskan bahwa
wanita muslimah itu tidak
halal bagi orang kafir. Dan di
antara hikmah pengharaman
ini adalah bahwa Islam itu
tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggidarinya.2 Dan
sesungguhnya laki-laki itu
memilki hak qawamah
(pengendalian) atas istrinya
dan si istri itu wajib
mentaatinya di dalam perintah
yangma’ruf. Hal ini berarti
mengandung makna perwalian
dankekuasaan atas wanita,
sedangkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala tidak menjadikan
kekuasaan bagi orang kafir
terhadap orang muslim atau
muslimah.3 Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman,
“Dan Allah sekali-kali tidak
akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir atas orang-
orang mu’min.” (An Nisaa:
141).
Kemudian suami yang kafir itu
tidak mengakui akan agama
wanita muslimah, bahkan dia
itu mendustakan Kitabnya,
mengingkari Rasulnya dan
tidak mungkin rumah tangga
bisa damai dan kehidupan bisa
terus berlangsung bila disertai
perbedaan yang sangat
mendasar ini.4
Dan di antara dalil yang
mengharamkan pernikahan ini
adalah firman-Nya Subhanahu
wa Ta'ala ,
“Dan jangalah kamu
menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-
wanita mu’min) sebelum
mereka beriman.” (Al
Baqarah: 221).
Di dalam ayat ini, Allah
Subhanahu wa Ta'ala
melarang para wali (ayah,
kakek, saudara, paman dan
orang-orang yang memiliki
hak perwalian atas wanita)
menikahkan wanita yang
menjadi tanggung jawabnya
dengan orang musyrik. Yang
dimaksud musyrik di sini
adalah semua orang yang
tidak beragama Islam,
mencakup penyembah
berhala, Majusi, Yahudi,
Nashrani dan orang yang
murtad dari Islam.5
Ibnu Katsir Asy Syafi’iy
rahimahullah berkata,
“Janganlah menikahkan
wanita-wanita muslimat
dengan orang-orang
musyrik.”6
Al Imam Al Qurthubiy
rahimahullah berkata,
“Janganlah menikahkan
wanita muslimah dengan
orang musyrik. Dan Umat ini
telah berijma’ bahwa laki-laki
musyrik itu tidak boleh
menggauli wanita mu’minah,
bagaimanapun bentuknya,
karena perbuatan itu
merupakan penghinaan
terhadap Islam.”7
Ibnu Abdil Barr rahimahullah
berkata, (Ulama ijma’) bahwa
muslimah tidak halal menjadi
istri orang kafir.8
Syaikh Abu Bakar Al Jaza’iriy
hafidhahullah berkata, “Tidak
halal bagi muslimah menikah
dengan orang kafir secara
mutlaq, baik Ahlul Kitab
ataupun bukan.”9
Syaikh Shalih Al Fauzan
hafidhahullah berkata, “Laki-
laki kafir tidak halal menikahi
wanita muslimah,10
berdasarkan firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala, “Dan
jangalah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mu’min)
sebelum mereka
beriman.” (Al Baqarah: 221).
Jelaslah bahwa pernikahan
antara muslimah dengan laki-
laki non muslim itu adalah
haram, tidak sah dan bathil.
Pernikahan Laki-Laki Muslim
dengan Wanita Non Islam.
Sebagaimana wanita muslimah
haramdinikahi oleh laki-laki
non muslim, begitu juga laki-
laki muslim haram menikah
dengan wanita non Islam,
berdasarkan Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala,
“Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita musyrik
sebelum mereka
beriman.” (Al Baqarah: 221).
Ayat ini secara umum
menerangkan keharaman laki-
lakimuslim menikah dengan
wanita musyrik (kafir),
meskipun ada ayat yang
mengecualikan darinya, yakni
untuk wanita ahlu kitab, yang
akan kita bahas nanti. Tidak
boleh seorang muslim
menikahi wanita Budha,
Hindu, Konghucu, Shinto,
wanita yang murtad dari
Islam. Dan jika seorang laki-
laki kafir masuk Islam
sedangkan istrinya tidak atau
bila si istri murtad dari Islam,
maka dia harus
melepaskannya, berdasar-kan
firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala
“Dan janganlah kamu tetap
berpegang pada tali
(perkawinan) dengan wanita-
wanita kafir.” (Al
Mumtahanah: 10).
Di dalam hal ini, sama saja
baik wanita itu murtad masuk
agama Ahlul Kitab (Yahudi
dan Nashrani) atau agama
lainnya atau tidak masuk
agama mana-mana atau dia
itu tidak shalat, tetap
pernikahannya lepas, karena
Islam tidak mengakui
statusnya saat masuk agama
barunya, berbeda kalau
memang dia dari awalnya
termasuk Ahlul Kitab, maka
hal ini memiliki hukum
tersendiri.
Namun dari keharaman
menikahi wanita kafir ini
dikecualikan terhadap wanita
dari kalangan Ahlul Kitab
(Yahudi dan Nashrani) yang
memang sejak awal dia
memeluk agama ini, bukan
karena murtad, ini adalah
pendapat Jumhur Ulama,11
yang didasarkan pada Firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
“Dan (dihalalkan bagi kalian
meni-kahi) wanita-wanita yang
menjaga kehor-matan di
antara orang-orang yang
diberi Al Kitab sebelum
kalian.” (Al Maidah: 5)
Namun demikian, para ulama
meng-anggap makruh12
pernikahan muslim dengan
wanita Ahlul Kitab. Umar Ibnu
Al Khaththab Radhiallaahu
anhu pernah memerintahkan
Hudzaifah agar melepas
istrinya yang beragama
Yahudi, beliau berkata, “Saya
tidak mengklaim itu haram,
namun saya khawatir kalian
mendapatkan wanita-wanita
pezina dari mereka.”1314
Ibnu Umar Radhiallaahu anhu
berpendapat, haram
hukumnya menikahi wanita
Ahlul Kitab. Beliau berkata
saat ditanya tentang laki-laki
muslim menikahi wanita
Yahudi atau Nashrani, “Allah
Subhanahu wa Ta'ala
mengharamkan menikahi
wanita-wanita musyrik atas
kaum muslimin dan saya tidak
mengetahui sesuatu dari syirik
yang lebih dahsyat dari
perkataan wanita, bahwa
Tuhannya adalah Isa, atau
hamba dari hamba Allah
Subhanahu wa Ta'ala.”15
Namun sebenarnya ada
perbedaan antara syiriknya
orang-orang musyrik dengan
syiriknya Ahlul Kitab, yaitu
kemusy-rikan di dalam
keyakinan orang musyrik
adalah asli (pokok) ajaran
mereka, sedangkan syirik
pada Ahlul Kitab adalah bid’ah
di dalam agama mereka, ini
sebagaimana yang dijelaskan
oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah t.16
Dan perlu diingat bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala hanya
membolehkan menikahi
wanita Ahlul Kitab, jika wanita
itu wanita yang selalu
menjaga kehormatannya,
selain mereka, Allah
Subhanahu wa Ta'ala
mengharamkannya.
Selanjutnyakita patut
bertanya, “Adakah wanita
ahlul kitab yang mampu
menjaga kehormatannya?”
Realitas menunjuk-kan,
wanita-wanita muslim pun
banyak yang tak sanggup
menjaga kehormatan diri
mereka, yang di antaranya
disebabkan oleh profokasi
wanita ahlul kitab. Yang
terpengaruh sudah begitu
parah keadaannya, bagaimana
lagiyang mempengaruhi
(yang merupakan sumber
kehinaan diri). Untuk itu,
setiap muslim dituntut agar
bersikap selektif dan waspada
demi menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan, apalagi
dalam hal yang menyangkut
keselamatan akidah dan masa
depan Islam dan kaum
muslimin. Wallahu a’lam. (Abu
Sulaiman)
Endnote:
1. Fiqhus Sunnah: 2/181,
Rawai’ul Bayan 1/289.
2. Rawai’ul Bayan 1/289.
3. Fiqhus Sunnah: 2/181
4. Fiqhus Sunnah: 2/181
5. Rawai’ul Bayan 1/289.
6. Tafsir Al Quranil Adhim
1/348.
7.Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an
3/67, lihat pula Fathul Qadir
Karya Asy Syaukani 1/284,
Fathul Bayan Fi Maqaslidil
Qur’an karya Shiddiq Hasan
Khan 1/446.
8.Al Ijma Karya Ibnu Abdil
Barr: 250.
9. Minhajul Muslim: 563.
10.Al Mulakhkhash Al Fiqhiy
2/272.
11.Al Mulakhkhash Al Fiqhiy
2/272, Fiqhus Sunnah 2/179,
Tafsir Ibni Katsir 1/347, Al Jami
Li Ahkamil Qur’an 3/63-65, Asy
Syarhul Kabir Karya Ar Rafiiy
8/67-73, Rawai’ul Bayan 1/287.
12. Ini dikarenakan
kekhawatiran akan pengaruh
isteri terhadap suaminya juga
akan anak-anaknya.
13.Isnadnya shahih, lihat
Tafsir Ibnu Katsir 1/347.
14.Dan memang untuk zaman
sekarang sangat sulit mencari
wanita yang mampu menjaga
kehormatan dari kalangan
Yahudi dan Nashrani.
15.Tafsir Ibnu Katsir ibid, Al
Jami Li Ahkamil Qur’an ibid,
Rawai’ul Bayan ibid.
16. Al Fatawa Al Kubraa
3/116-117.